Sebuah proyek yang komplek agar
mudah dikendalikan harus diuraikan dalam bentuk komponen-komponen individual
dalam struktur hirarki, yang dikenal dengan Work Breakdown
Structure (WBS). Pada dasarnya WBS merupakan suatu daftar yang
bersifat top down dan secara hirarkis menerangkan
komponen-komponen yang harus dibangun dan pekerjaan yang berkaitan dengannya.
Struktur WBS
Struktur dalam WBS mendefinisikan
tugas-tugas yang dapat diselesaikan secara terpisah dari tugas-tugas lain,
memudahkan alokasi sumber daya, penyerahan tanggung jawab, pengukuran dan
pengendalian proyek. Pembagian tugas menjadi sub tugas yang lebih kecil
tersebut dengan harapan menjadi lebih mudah untuk dikerjakan dan diestimasi
lama waktunya.Sebagai gambaran, Work breakdown structure (WBS)
dapat diilustrasikan seperti diagram blok berikut:
Alasan perlunya WBS adalah :
1. Pengembangan WBS di awal Project Life
Cycle memungkinkan diperolehnya pengertian cakupan proyek dengan jelas, dan
proses pengembangan WBS ini membantu semua anggota untuk lebih mengerti tentang
proyek selama tahap awal.
2. WBS membantu dalam
pengawasan dan peramalan biaya, jadwal, dan informasi mengenai produktifitas
yang meyakinkan anggota manajemen proyek sebagai dasar untuk membuat
perundingan.
WBS merupakan elemen penting, karena
memberikan kerangka yang membantu, antara lain dalam :
1. Penggambaran
program sebagai ringkasan dari bagian-bagian yang kecil.
2. Pembuatan
perencanaan
3. Pembuatan
network dan perencanaan pengawasan.
4. Pembagian
tanggung jawab.
5.
Penggunaan WBS ini memungkinkan bagian-bagian
proyek terdefinisi dengan jelas
Dikarenakan WBS merupakan struktur
yang bersifat hirarki, maka bisa juga disampikan dalam bentuk skema sebagai
berikut :
Sebagai gambaran praktis, berikut
ini dicontohkan sebagian dari struktur WBS dalam sebuah proyek pembangunan
Intranet.
Perbedaan Level Dan Tingkat Kedetailan WBS
Setiap organisasi menggunakan
terminologinya sendiri untuk mengklasifikasi komponen WBS sesuai levelnya dalam
hirarki. Sebagai contoh, beberapa organisasi memperlihatkan level-level yang
berbeda sebagai tugas (task), sub-tugas (sub-task) dan paket
pekerjaan (work package) sebagaimana yang ditunjukkan dalam bagan
diatas. Sementara organisasi lain mungkin menggunakan istilah fase (phase),
entri (entry) dan aktifitas (activity).
WBS mungkin saja
disusun mengikuti pembagian atau pentahapan dalam siklus hidup
proyek ( the project life cycle). Level-level yang lebih tinggi
dari struktur umumnya dikerjakan oleh kelompok-kelompok. Level yang paling
rendah dalam hirarki seringkali terdiri dari aktifitas-aktifitas dilakukan
secara individual, kendati demikian sebuah WBS yang menitikberatkan pada “deliverable” tidak
memerlukan aktifitas-aktifitas yang spesifik.
Melakukan rincian sebuah proyek ke
dalam bagian-bagian komponen yang lebih kecil akan memudahkan pembagian alokasi
sumber daya dan pemberian tanggung jawab individual. Perlu kiranya memberi
perhatian pada penggunaan detail level yang layak ketika hendak membuat
WBS. Dalam kondisi ekstrim, detail level yang sangat tinggi akan
menyerupai hasil dalam manajemen mikro. Sedangkan kondisi ekstrim
kebalikannya, tugas-tugas mungkin akan menjadi demikian lebar untuk
bisa di-managesecara efektif. Kendati demikian, menetapkan tugas-tugas
dalam pekerjaan yang berdurasi beberapa hari maupun beberapa bulan merupakan
hal yang baik di hampir kebanyakan proyek.
Peran WBS Dalam Perencanaan Proyek
WBS merupakan pondasi untuk
perencanaan proyek. WBS dibuat sebelum ketergantungan diidentifikasi dan
lamanya aktifitas pekerjaan diestimasi. WBS juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi tugas-tugas dalam model perencanaan proyek. Oleh karena itu,
idealnya rancangan WBS sendiri harusnya telah diselesaikan sebelum pengerjaan
perencanaan proyek (project plan) dan penjadwalan proyek (project
schedule).
Dengan memanfaatkan daftar pekerjaan
pada WBS, akan dapat diperkirakan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan setiap pekerjaan tersebut. Perkiraan bisa dilakukan dengan
mempertimbangan beberapa hal, antara lain ketersediaan sumber daya dan
kompleksitas.
Selanjutnya dilakukan penjabaran
dalam kalender (flow time). Beberapa model pendekatan bisa digunakan
untuk menghitung perkiraan waktu yang diperlukan :
1.
Most optimistic : Merupakan waktu
ideal untuk menyelesaikan pekerjaan, diasumsikan
segala sesuatunya berjalan lancar, dan sempurna.
2.
Most likely : Merupakan waktu
yang dibutuhkan pada kondisi kebanyakan, tipikal dan normal.
3.
Most pessimistic :Merupakan waktu yang
dibutuhkan ketika keadaan paling sulit terjadi.
Selanjutnya, estimasi waktu
dilakukan dan dibagi dalam unit (misal 8 jam/hari). Estimasi waktu untuk suatu
proyek Intranet (seperti contoh diatas) lebih sulit dari proyek pengembangan
aplikasi lainnya. Hal ini karena masih sedikit proyek yang dapat digunakan
sebagai patokan menghitung waktu pelaksanaan.
Dalam mengestimasi waktu ini juga
harus dipertimbangkan beberapa hal, misal pengalaman teknologi server yang
digunakan, keahlian Perl, CGI, Java, HTML, browser, dan
juga bekerja dalam lingkungan TCP/IP.
Setelah WBC berhasil disusun dan
perkiraan lama waktu pelaksanaan telah dihitung, selanjutnya dilakukan
penyusunan jadwal kerja. Pada dasarnya ada dua jenis model deskripsi
penjadwalan, yaitu :
1.
Bar Chart : Yang hanya menerangkan flow time dari
setiap pekerjaan dan tanpa keterkaitan antar pekerjaan. Deskripsi ini paling
baik digunakan pada presentasi.
2.
Network Diagram : Yang menunjukkan keterkaitan antar
tugas dan mengidentifikasikan saat kritis pada jadwal.
ok
ReplyDelete